27 April 2012

#KaryaCL : Secret Admirer


Apakah arti sebuah surat penggemar? Apakah arti seorang secret admirer? Aku sendiri tidak tahu. Yang aku tau adalah surat penggemar yang biasanya didapatkan oleh artis – artis yang isinya hanyalah ‘aku pasti mendukungmu!’ atau ‘aku sayang kamu!’ atau ‘aku suka senyummu!’ dan hal – hal yang dikatakan oleh penggemar artis itu untuk memujinya. Tapi, setiap kali aku mengobrak abrik loker sekolahku yang biasanya kupakai untuk menyimpan buku pelajaran dan barang – barang yang kuperlukan di sekolah, aku selalu menemukan sebuah surat yang entah siapa pengirimnya karena dia tidak menuliskan namanya dengan jelas. Sudah berjumlah – jumlah surat yang ia tulis untukku tapi aku tidak bisa menebak siapa yang menulis semua surat itu untukku. Aku ingin mengajaknya bertemu, karena tulisannya itu membuatku menjadi sedikit banyak pikiran.
Kehidupanku sebenarnya biasa saja. Aku setiap hari bersekolah, aku mempunyai bakat dalam basket dan sudah menjadi kapten tim basket selama bertahun – tahun. Aku juga masih bujang, aku tidak pernah mempunyai seorang yang berharga selain Bundaku. Tapi, semenjak surat itu terus berdatangan, aku jadi kurang nyaman juga untuk menjalani hari. Selain karena penasaran siapa yang mengirim surat – surat itu, aku juga gelisah karena pengirim surat itu terus memujiku. Aku merasa tidak enak.
Hari ini pun juga sama. Dia menuliskanku sebuah surat yang selalu dia taruh di dalam lokerku. Ini sudah surat yang kesekian kalinya yang menghampiri lokerku. Semua surat sebelumnya, aku tidak pernah membalas. Maksudku supaya dia menyerah. Tapi, ternyata dia tidak menyerah. Aku tidak tahu siapa yang menuliskannya. Karena aku pikir, aku tidak mempunyai penggemar. Siapa yang sudi mengirimkanku sebuah surat penggemar? Mukaku tidak tampan, tubuhku biasa saja, nilai sekolahku biasa saja, palingan aku hanya jago dalam basket. Ya memang sih, dari basket itu banyak siswi yang sering mengelilingiku. Tapi, rasanya mereka nggak akan sampai menulis surat untukku seperti ini deh. Lagipula, sejak surat itu datang juga, mereka tampaknya biasa saja. Tidak ada tanda – tanda bahwa mereka adalah pengirim surat dari surat – surat itu.
CAKKA..
Namamu itu adalah 5 huruf yang penuh arti. Kamu itu sangat istimewa untukku. Suaramu yang merdu membuatku terpesona. Ketika kamu memetikkan gitarmu di atas panggung, hatiku langsung berdenyut kencang dan semakin kencang. Wajahmu yang tampan membuatku terpana saat melihatmu. Senyumanmu bisa membuat semua orang luluh saat melihatnya, terutama diriku. Mata teduhmu seakan mengalihkan duniaku. Kamu juga adalah mentai pagi yang membuatku semangat menjalani hidupku. Andai saja kamu tau isi hatiku yang sebenarnya, pasti kamu tidak akan percaya. Tapi, aku sudah tidak tahan lagi. Aku perlu bertemu denganmu dan berbicara denganmu. Tapi kapan? Dan bagaimana? Aku tidak bisa menghampirimu begitu saja di sekolah, aku ini bukan orang yang berkelas sepertimu. Akan tampak aneh jika aku tiba – tiba ada di dekatmu. Temui aku di belakang sekolah waktu pulang sekolah ya. Kalau kamu baru baca suratku waktu pulang sekolah, langsung ke belakang sekolah aja, aku bakal nungguin kok.
Someone
Ketika aku membaca surat ini ketika jam pulang sekolah, aku benar – benar heran, tapi senang juga. Karena kemauanku tercapai juga untuk segera bertemu dengan orang yang tiap hari selalu mengirimiku surat ini. Aku tidak perduli siapapun nanti yang akan kutemui, sudah lama sejak aku mendapatkan surat yang berisi pujian – pujian untukku ini, aku berjanji pada diriku sendiri untuk mencari tahu apa yang dia mau dan membantunya semampu mungkin. Semoga saja masalahnya nggak aneh – aneh.
Aku melipat kertas surat itu dan menyimpannya kembali ke dalam lokerku. Setelah selesai mengobrak – abrik lokerku, aku mengunci lokerku dan menaruh kunci lokerku di tasku. Kugantung lagi tasku ke punggungku dan segera berjalan menuju belakang sekolah. Menurutku, pengirim surat itu memang hebat memilih waktu. Sekolah sudah sepi sekarang, jadi aku bisa bebas berbicara bersama pengirim surat itu. Dia seperti peramal yang sangat mengetahui apa mauku.
“Kamu?” Aku agak kaget melihat siapa yang kulihat di belakang sekolah yang tampak sedang menunggu seseorang. Seorang cewek berambut sebahu dan bertubuh kurus yang menunggu di belakang sekolah itu ternyata.. sahabatku sendiri.
Cewek itu menoleh ke arahku. Dia tersenyum kecil. “Ya, ini aku...”
“Uswa, kamu tuh.. Kenapa kamu mengirim aku begitu banyak surat begini sih?” tanyaku heran. Uswa adalah sahabatku sejak SMP. Kami akrab, tapi memang kami jarang bertemu dan menghabiskan waktu bersama, karena kami beda tingkat kelas. Aku sudah kelas SMA 1, sementara Uswa baru kelas SMP 2. Dan.. aku tidak menyangka ternyata dia yang mengirimkan aku begitu banyak surat itu. Aku tidak menyangka bahwa Uswa yang selama ini kuanggap sebagai sahabatku yang baik tapi terkadang suka galau ini, ternyata yang.. diam – diam memujiku.
“Kka.. Aku udah mengagumi kamu sejak kita pertama kali ketemu. Dan.. aku udah lama memantau kamu dari jauh, terutama saat.. kamu dikerumuni cewek – cewek yang lain waktu kamu menang pertandingan basket, waktu kamu lewat di koridor sekolah, waktu kamu melakukan kegiatan di luar sekolah juga aku sering mantau kamu. Tapi.. ya kamu sudah tahu lah, gimana malunya aku buat nyamperin kamu di antara sekian banyak cewek itu...” kata Uswa pelan.
“Kamu ini.. Sudah lama kamu bikin aku nggak bisa tidur tau nggak! Aku pikir siapa yang mengirim begitu banyak surat untukku, yang begitu memujiku, yang kayaknya sedih banget kalau melihat aku saat aku dikerumuni banyak orang.” kataku lagi sambil menunjukkan setumpuk amplop surat yang pernah Uswa kirim ke dalam lokerku. Uswa hanya diam mendengarkanku mengomel. Melihat Uswa diam dan tampak sedih, aku menghela napas untuk menenangkan diri. “Hhh.. tapi, gimanapun juga, aku sudah janji sama diriku sendiri kalau aku bertemu dengan pengirim surat ini, aku ingin tau apa yang sebenernya dia mau. Dan aku ingin membantu dia. Sekarang, sebenarnya maksud kamu kirim – kirim surat ini apa? Cerita.. nanti aku akan bantu supaya maumu bisa terpenuhi...”
“Kka.. Aku... Aku cuma ingin kamu tau aku paling sayang sama kamu. Aku.. aku mau kita menghabiskan waktu bersama sering – sering. Aku nggak mau kamu terus – terusan dekat dengan cewek – cewek di sekolah, aku ingin kita main bareng! Belajar bareng! Sedih bareng! Seneng bareng! Aku takut kehilangan kamu! Aku sayang kamu, aku nggak mau kamu melihat cewek lain terus! Aku sedih melihat itu! Tapi.. Tapi, tiap kali aku bicara, memberikan tanda kalau aku sedih,  kamu nggak pernah ngerti itu!” kata Uswa memberanikan diri berbicara.
Aku terdiam mendengar cerita Uswa. Dia.. menyayangiku dan nggak mau aku terus – terusan berada di dekat cewek lain? Jadi ini isi hati Uswa yang sebenarnya yang ditulisnya di surat itu. Aku mengerti sekarang. Ternyata, Uswa tidak menganggapku sebagai sahabat lagi. Tetapi lebih dari itu. Uswa sudah tidak menyayangiku sebagai sahabat lagi. Tapi, lebih dari itu. Uswa sudah tidak melihatku sebagai sahabat lagi. Tapi, lebih dari itu. Sekarang, aku malah jadi bingung. Apa yang bisa kulakukan untuk membantunya?
Melihat aku terdiam, Uswa kembali menyahut, “kalau kamu nggak bisa menerimaku juga nggak apa – apa kok. Aku nggak maksa. Aku cuma mau kamu tahu, kalau itulah isi hati aku selama ini buat kamu. Kalau kamu nggak bisa ngerti, aku sangat mengerti. Aku sudah bilang di surat itu kan, Kka. Aku ini orang biasa. Aku bukan orang hebat sepertimu. Aku adalah manusia biasa yang tidak mempunyai bakat apa – apa. Tidak sepertimu yang jago basket. Aku bukan orang yang sepertimu yang jago menyanyi. Aku tidak sepertimu yang jago bermain gitar. Aku bukan orang yang sepertimu yang sering dikerumuni banyak orang. Jadi, kalau kamu hanya ingin hubungan kita hanya begini saja, ya sudah aku terima.. Aku pulang sekarang.”
Aku jadi merasa kasihan setelah mendengar penuturannya barusan. “Uswa. Aku bukannya ingin menyakiti hati kamu. Aku bukannya ingin membuat kamu sedih. Tapi, aku nggak ingin kita lebih dari sahabat. Aku.. aku janji kita akan lebih sering menghabiskan waktu bersama, aku bisa mengusahakan itu. Tapi, untuk hubungan yang lebih dari yang kita jalankan sekarang, aku rasa ini belum waktunya. Aku.. aku hanya ingin kita bersahabat, untuk sekarang. Bagaimana hubungan kita nanti, kita kan nggak ada yang tau. Percaya deh, kalau kita ditakdirin untuk lebih dari sahabat, pasti Tuhan bakal nyuruh aku untuk merasakan perasaan yang kamu rasakan sekarang nanti. Waktu kita sudah dewasa.”
Uswa terdiam mendengar ucapanku. Lalu, dia menunduk sedikit dan mengangguk pelan. Tak bisa berbicara apa – apa lagi.


Sejak saat aku mengetahui bahwa pengirim surat itu adalah surat dari Uswa, aku selalu berusaha untuk keluar dari kelas lebih cepat, karena jadwalku bertambah sekarang. Setiap pulang sekolah, aku akan mengajari Uswa untuk pelajaran bidang IPA. Setiap pulang sekolah, aku akan ke rumahnya untuk menjadi guru sejenak bagi Uswa. Lalu, terkadang kalau Uswa tidak ada ulangan dan menurutku sudah terlalu banyak belajar, aku mengajaknya keluar. Bisa tempat yang bermacam – macam dikunjungi kalau aku mengajaknya keluar untuk jalan – jalan. Aku mengajaknya ke taman, ke bukit untuk melihat bintang saat malam hari atau sekali – kali ke mal jika sedang libur sekolah. Aku pikir, kalau aku memberinya lebih banyak perhatian, hatinya nggak akan sedih lagi karena aku menolak permintaannya. Dan ternyata memang cukup berhasil. Uswa sudah jarang murung karena aku menolak permintaannya yang dulu itu. Dia juga tidak pernah mengirimkanku surat lagi. Palingan hanya jika dia sedang iseng, dia pasti mengirimkanku sebuah puisi. Dan kadang –  kadang kita jadi berbalas puisi, bahkan sampai berbalas gombal. Menghabiskan banyak waktu bersama Uswa itu menjadikan Uswa menjadi anak yang lebih ceria sekarang. Dan aku juga sedikit lebih senang menjalani hari, karena belum pernah aku menghabiskan waktu bersama seseorang dengan waktu yang sangat lama selain Bunda. Sekarang aku tau betapa menyenangkannya mempunyai sahabat. Tapi, tak disangka, akibat aku menghabiskan banyak waktu bersama Uswa, gosip mulai menyebar ke sekolah. Banyak yang mengejek – ngejek Uswa sebagai pacarku. Bahkan ada yang mengejeknya dengan kata – kata yang menurutku sangat konyol dan kasar untuk dikatakan. Seperti hari ini ketika aku berangkat sekolah bersama Uswa. Ketika melewati koridor, banyak murid yang melihatku dan Uswa berjalan berbarengan dengan pandangan yang bermacam – macam. Tapi, kebanyakan melihat kami dengan pandangan mengejek sih. Aku jadi tidak enak. Mereka terus melihat tanganku yang bergandengan dengan Uswa.
“Duuh.. kesampean juga tuh penggemar rahasia nggak jelas itu ngedapetin idolanya.. Pake gandengan segala lagi.. Duuh.. udah jadian yaa?” kata salah seorang murid yang melihat kita.
“Waah.. kayaknya langsung di lamar tuh ya abis ketemu sama idolanya... Enak yaaa.. Aku aja yang ngejar – ngejar cowok idamanku nggak pernah ditanggepin tuh.. Oh aku tau! Harus ganjen dulu sama cowoknya kayak Uswaaa...” kata salah seorang yang lain dengan senyum mengejek.
“Cewek ganjen sama cowok genit.. cocok deh!” kata seorang yang lain lagi mengejek kami.
Aku tidak perduli dengan kata – kata yang dilontarkan oleh murid – murid yang lain tentang aku dan Uswa. Aku yakin, mereka pasti tidak tahu apa – apa. Aku yakin mereka tidak tahu isi hati Uswa yang sebenarnya. Pasti mereka hanya melihat kalau Uswa sering menaruh surat di lokerku dan mengambil kesimpulan sendiri. Makanya, aku pura – pura tidak mendengar apa yang mereka katakan. Walaupun kata – kata mereka bukan cuma mengejek Uswa, tapi mengejekku juga. Tapi, aku tahu mau diladenin juga nggak ada gunanya. Mereka nggak akan mengerti.
Kulihat Uswa sedikit menunjukkan wajah yang sedih dan merasa terpojok dalam raut wajahnya. Aku jadi kasihan padanya, aku langsung membawanya ke kelas untuk menenangkannya. Ini baru jam enam lewat sedikit. Jadi, sekolah nggak begitu ramai. Kelas juga pasti masih kosong, jadi aku bisa menenangkan Uswa tanpa ada gangguan.
“Udah, kamu tidur disini aja dulu.. Kamu tenangin dulu diri kamu. Nanti kalau kamu udah tenang dan udah nggak murung lagi, baru kamu ke kelas SMP.. Nggak enak juga kan dilihat temen – temen kamu kalau kamu sedih kayak begini. Nanti kamu ditanya macem – macem lagi.” kataku sambil mengelus rambut Uswa. “Oh ya, soal temen – temen di koridor tadi.. Kamu biarin aja ya.. Mereka nggak tau apa – apa soal isi hati kamu, makanya mereka seenaknya main ambil kesimpulan sendiri tentang kita. Jadi, kamu tenang aja ya. Aku disini kok... Aku kan udah janji kalau aku bakal menghabiskan waktu bersama kamu lebih sering. Dan itu berarti aku harus lebih menjaga kamu...”
Uswa tersenyum dan mengangguk mendengar ucapanku. Dan dia langsung menidurkan kepalanya di meja yang ada di sebelah mejaku dan tertidur pulas untuk sejenak. Setelah Uswa tenang, tepatnya pukul setengah tujuh dia kembali bangun, dia langsung pamit padaku untuk kembali ke kelas SMP. Aku tersenyum dan mengatakan padanya sebuah cara singkat untuk menghentikan teman – teman mengejek, “Uswa, cara singkat untuk menghentikan mereka itu cuma satu. Diemin aja.”
Uswa tersenyum mendengar ucapanku. “Aku tau, Kka. Aku akan coba. Nanti pulang sekolah jangan lupa ajarin aku Biologi ya. Besok ulangan nih!”
“Iya iyaa.. Aku inget kok! Awas kalau nilai kamu jelek besok! Aku nggak mau ajarin lagii..” kataku bercanda.
“Uuuhh.. Cakka mah gituuu...” kata Uswa sambil pura – pura ngambek dan mengacak rambut Cakka jail, lalu langsung kembali ke kelasnya di kelas SMP.


Uswa benar – benar mencoba untuk mendiamkan semua teman –  teman yang mengejeknya yang nggak – nggak tentang sikapnya dan juga tentang hubungannya denganku. Aku pun juga tidak pernah memperdulikan ejekan – ejekan yang diberikan oleh mereka. Dan kami menjalani hari seperti biasanya tanpa ada beban hidup karena diejek – ejek terus seperti itu. Dan caraku ini ternyata cukup berhasil. Setelah beberapa bulan kemudian, ternyata mereka yang mengejekku dan Uswa merasa capek sendiri. Dan mereka malahan meminta maaf kepadaku dan Uswa. Ketika penerimaan rapor kenaikan kelas tiba, kami semua berbaikan. Sementara aku dan Uswa? Masih sahabatan dong!
Best Friend Forever.. Love Relationship? Entaran dehhh!” kataku dan Uswa berbarengan ketika kami berada di bukit malam itu sambil melihat bintang.

Pengirim : Fancha (fancha.cluv@yahoo.co.id) - CL Jakarta

1 comments:

Ini karyakuu :) Lupa ngasih nama pengirim waktu ngirim e-mailnya..

Post a Comment